Dalam membangun suatu konstruksi bangunan, sudah pasti tidak hanya membutuhkan satu-dua faktor saja. Selain menggunakan material berkualitas, faktor stabilitas tanah juga menjadi salah satu penentu keberhasilan konstruksi. Dengan melakukan stabilisasi tanah, kualitas tanah yang akan digunakan sebagai dasar konstruksi akan semakin meningkat. Hal ini tentu akan membuat distribusi beban menjadi lebih baik sehingga proses pengerjaan konstruksi menjadi lebih efisien.
Faktor-faktor Stabilitas Tanah dan Konstruksi
Stabilitas pada tanah merupakan keadaan saat tanah tersebut memiliki sifat yang stabil dan kuat dalam menopang beban dan pondasi dalam suatu konstruksi. Kendati demikian, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kestabilan tanah dan konstruksi tersebut, di antaranya:
Tekstur dan struktur tanah
Tekstur tanah menjadi salah satu faktor stabilitas tanah yang dapat digunakan dalam pembangunan suatu konstruksi. Tanah dengan tekstur yang kasar seperti pasir tentu cenderung tidak stabil karena partikelnya kurang rapat. Berbeda dengan tanah lempung yang lebih padat.
Selain itu, struktur tanah juga terbilang sangat berpengaruh terhadap kestabilan tanah untuk konstruksi itu sendiri. Pasalnya, struktur tanah yang padat dinilai memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tanah berpasir.
Kandungan air dalam tanah
Adanya kandungan air yang ada di dalam tanah juga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kekuatan tanah maupun daya dukungnya. Jika kandungan air terlalu banyak, tanah dapat menjadi licin dan kurang cocok jika digunakan untuk aktivitas konstruksi.
Kandungan air tanah umumnya juga dipengaruhi oleh curah hujan yang turun. Jika tanah yang akan digunakan untuk konstruksi sering mendapatkan hujan dengan intensitas tinggi, umumnya akan rentan dengan longsor tanah karena ketidakstabilan tanah tersebut.
Aktivitas penggunaan tanah
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap stabilitas tanah yakni adanya aktivitas manusia yang menggunakan tanah tersebut. Apakah tanah tersebut merupakan bekas penggundulan hutan, perluasan dari lahan pertanian, dan sebagainya.
Hal-hal tersebut tentunya akan mengubah kondisi permukaan tanah dan berpengaruh pada kestabilan tanah yang akan digunakan dalam proses konstruksi. Tentunya, tanah yang ingin digunakan untuk konstruksi bangunan harus dijaga dari berbagai risiko kerusakan.
Topografi
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kestabilan tanah yakni dari segi topografi, yang merupakan gambaran permukaan dari tanah yang akan dijadikan sebagai pondasi suatu konstruksi. Topografi juga meliputi tinggi-rendahnya suatu permukaan tanah.
Tanah yang berada di lereng bukit atau gunung yang curam cenderung akan lebih rentan dengan risiko longsor karena tanah yang kurang stabil. Berbeda dengan tanah yang berada pada daerah dengan topografi cekung karena air permukaan dapat tertahan sehingga tanah lebih stabil.
Teknik Meningkatkan Stabilitas Tanah pada Konstruksi
Melakukan stabilisasi tanah sudah pasti akan membuat tanah pondasi bangunan lebih kuat dan siap dalam menopang berbagai beban. Oleh karena itu, diperlukan beberapa teknik atau metode untuk meningkatkan stabilitas tanah pada konstruksi. Berikut teknik yang dapat digunakan.
Teknik Mekanis
Merupakan stabilisasi tanah yang dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih jenis material tanah yang berbeda. Tujuannya untuk membentuk tanah yang padat sehingga tanah tersebut stabil dan kuat sebagai pondasi konstruksi.
Selain itu, teknik ini digunakan untuk memperbaiki gradasi, draining (kemampuan mengalirkan air), hingga pemadatan tanah. Penggunaan teknik atau metode stabilisasi mekanis juga dapat dilakukan dengan menggunakan geosintetik, geokomposit, hingga fiber.
Teknik Biologis
Ada juga metode stabilisasi tanah secara biologis yang dilakukan dengan memanfaatkan akar tumbuhan untuk memperkuat partikel tanah. Tentunya, diperlukan akar tumbuhan atau pepohonan yang kuat sehingga kestabilan dapat lebih terjaga.
Dengan mengaplikasikan teknik seperti ini, erosi karena air dan angin dapat lebih mudah dicegah. Selain itu, teknik ini juga dinilai lebih ramah lingkungan karena menggunakan material yang langsung didapatkan dari lingkungan sekitar. Simak video di bawah ini untuk melihat perbedaan erosi antara tanah yang gundul dan ditumbuhi tanaman.
Teknik Kimiawi
Sesuai namanya, metode ini dilakukan dengan mencampurkan material tanah dengan bahan-bahan yang berbasis kimia. Jenis bahan kimia yang digunakan dapat berupa bahan konvensional seperti semen, kapur, hingga bitumen (aspal).
Selain itu, teknik kimiawi juga dapat dilakukan dengan menggunakan biopolimer yang dikenal ramah lingkungan. Ada juga penggunaan enzim yang dicampurkan dalam tanah sehingga menghasilkan reaksi biokimia sehingga lapisan tanah mengeras dan lebih stabil.
Perhitungan Kekuatan Tanah dan Konstruksi
Selain mengetahui tentang stabilitas tanah, penting juga untuk mengetahui tentang daya dukung tanah yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tanah dalam menahan beban konstruksi. Tanah dengan daya dukung tinggi tentu akan membuat pondasi konstruksi lebih kuat.
Untuk menghitung daya dukung ini sejatinya dapat diketahui dengan melakukan pengujian pada laboratorium maupun dilakukan dengan menghitung secara langsung di lapangan. Selain itu, penghitungan juga dapat menggunakan metode rumus tertentu.
Salah satu rumus atau metode perhitungan stabilisasi tanah yakni dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Terzaghi (1943). Metode ini dinilai lebih akurat bahkan sering kali digunakan sebagai dasar perencanaan dalam pembuatan pondasi konstruksi bangunan.
Adapun rumus atau persamaan dari metode ini secara umum yaitu sebagai berikut:
qult = c Nc + Df γ Nq + 0,5 γ B Nγ
di mana:
qult = daya dukung batas
c = kohesi
Df = kedalaman pondasi
B = lebar dari pondasi
Nc, Nq, Nγ = faktor daya dukung tanah
Paku Bumi untuk Stabilitas Konstruksi
Kita tentu menyadari bahwa membuat konstruksi, terutama pada bangunan besar dan gedung bertingkat, tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Selain penggunaan material yang tepat dan penghitungan yang benar, tentu harus mendapatkan dukungan dari berbagai aspek.
Salah satu cara yang dapat dilakukan yakni dengan penggunaan paku bumi alias tiang pancang. Sesuai namanya, material ini merupakan suatu tiang dengan fungsi penahan gaya tegak lurus dari atas bangunan ke lapisan tanah di bagian bawah. Penggunaan tiang pancang selama ini dikenal hanya sebagai pondasi yang kuat, terlebih tiang ini memang dibuat dari beton atau baja. Namun, paku bumi ternyata juga dapat digunakan untuk stabilitas tanah karena mampu membuat material tanah menjadi lebih terhimpit dan padat.
Dengan demikian, area tanah di sekitar tiang pancang tidak mudah bergeser atau bergerak. Hal inilah yang akan membuat tanah menjadi lebih stabil sehingga pondasi bangunan menjadi semakin kuat. Konstruksi bangunan juga akan lebih aman dan memiliki umur panjang.
Pemasangan paku bumi juga tidak dilakukan secara manual, terlebih material ini terbilang berat dan besar. Umumnya, digunakan alat khusus berupa drop hammer hingga hydraulic hammer yang akan membantu pemasangan tiang pancang tersebut menjadi lebih stabil dan maksimal.
Itulah beberapa hal mengenai stabilitas tanah, termasuk faktor yang memengaruhi, penghitungan stabilisasi, hingga teknik-teknik yang digunakan untuk menstabilkan konstruksi. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi bagi Anda yang memiliki concern di bidang tersebut!
Seri lain terkait Tanah:
- Tanah dalam Dunia Konstruksii
- Struktur Sifat Tanah, Jenis dan Perannya dalam Konstruksi
- Konsolidasi Tanah Untuk Konstruksi
- Cara Memadatkan Tanah untuk Bangunan
- Pemilihan Jenis Pondasi Bangunan Berdasarkan Jenis Tanah
- Pengertian Tanah Liat dan Karakteristiknya
Penulis: Surya Irawan
Surya Irawan adalah seorang lulusan S1 Teknik Sipil Universitas Parahyangan. Saat ini, Surya Irawan aktif terlibat dalam industri konstruksi dan telah memberikan kontribusi yang berharga dalam pengembangan infrastruktur dan beragam proyek-proyek konstruksi. Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman praktisnya, Surya berharap dapat memajukan teknik sipil dan memberikan kontribusi positif.